Jumat, 01 Juni 2012

Valley Falls in VALENTINE
Peringatan Hari Kasih Sayang yang identik dengan kampanye pembebasan seksual dan desakralisasi keperawanan.
"Gw terlanjur basah, ya nyemplung aja sekalian,” begitulah kata seorang wanita panggilan yang menjajakan diri di sebuah milis internet. Ia terjun ke dunia prostitusi setelah dia memberikan ke-virginitasannya pada pacarnya saat malam Valentine beberapa tahun lalu. Pacaran bubar, dia pun merasa kotor dan dendam, lalu sekalian saja (pikirnya) jadi pelacur hingga kini.
Benar yang ditulis situs National Conference of Sinagogue youth, Valentine’s Day telah dijadikan momentum untuk menentukan harga diri seseorang. “Tak percaya? Tanyakan pada wanita yang tidak punya pacar,” tulis NCSY.
Sebuah jajak pendapat oleh Assumption University pada 2007 lalu mengatakan, sepertiga dari 1.578 gadis usia belasan tahun di Thailand menyatakan bahwa mereka siap menyerahkan virginnitasnya (berhubungan seks) di hari Valentine bila pacar mereka memintanya.
Survey lain juga dilakukan oleh Universitas Thai terhadap 1.222 pemudi menemukan, 11% dari mereka berencana menyerahkan keperawanannya pada malam Valentine(kompascomunity.com,14/02/07).
Di Indonesia sendiri, jajak pendapat semacam itu memang belum ada yang komprehensif. Tapi, kasus per kasus sih sudah bukan rahasia lagi. Setidaknya, Valentine’s Day berjalin-kelindan dengan pornoaksi, entah perempuannya masih perawan atau tidak. Indikasinya, liaht saja betapa larisnya kondom dan penginapan-penginapan atau tempat-tempat pelesiran di kala Valentine’s Day.

“Biasa Boss, buat palentindae,” kata seorang pejaga toko sambil menata tumpukan kondom dalam sebuah kotak kardus. Jelang Februari ini, toko “obat kuat” di bilangan terminal Ciawi Bogor yang dia jaga, menambah stok kondom.
Menurutnya, kondom sudah menjadi salah satu komoditas terlaris jelang Valentine’s Day, yang dihebohkan tiap tanggal 14 Februari.
Hal ini menujukkan bahwa Indonesia juga tidak mau kalah dengan AS. Di AS, pekan peringatan Valentine’s Day memang ditetapkan sebagai The National Condom WeeK (pekan kondom nasional). Maksudnya, silakan merayakan Valentine dengan berpesta seks dengan siapa saja, asal jangan lupa pakai kondom.
Padahal, berdasarkan penelitian pori kondom tidak mampu menahan rembesan sampai seratus persen, bahkan kondom bukanlah pelindung yang efektif dari virus HIV/AIDS. Malah, tingkat kegagalan kondom mencapai 33,3%.
Turut laris pula pada Valentine’s Day (12-15 Februari), penginapan di kawasan puncak, utamanya yang kelas bawah. Misalnya, losmen-losmen di kawasan Gang Semen, yang sudah lama populer sebagai kawasan mesum kelas teri.
Sama halnya dengan Puncak, tempat-tempat wisata lain yang tersebar di berbagai daerah pun tak kalah larisnya. Di kota Surabaya, Bandung, dan bahkan Yogyakarta yang notabene adalah kota pelajar pun tak kalah. Di kota ini pada saat Valentine’s Day banyak tempat-tempat wisata semisal Kaliurang, Pantai Parangtritis (Paris), Pantai Baron (Pantai BKK), Ketep pass, dan tempat wisata lainnya, menjadi sasaran para kaum muda untuk menghabiskan malam Valentine’s Day. Dan menurut para penjaga dan pengelola tempat-tempat wisata, pengunjung yang datang pada Valentine’s Day bisa mencapai 300% dari hari-hari biasa.
Tak berlebihan jika Valentine’s Day menimbulkan bahaya besar yang mengintai para remaja Indonesia. Mulai dari penularan HIV/AIDS hingga kehamilan yang tidak dikehendaki, tutur dr Andik Wijaya SMSH. Seksolog dari Surabaya ini menjelaskan, suasana Valentine’s Day memang sengaja di desain agar erotis. Salah satunya dengan pembudayaan coklat sebagai sweet gift of Valentine’s Day.

ADA APA DENGAN COKLAT....???
bukan “COWOK KLATEN”. Coklat mengandung zat kimia Phenylethylamine dan Seratonin. Keduanya mampu memacu gairah ekstase dan erotis. Efeknya, meningkatkat kegembiraan dan stamina. Karena hal itu, coklat mempunyai reputasi sebagai zat Apharodisiac.
Makanya, di Inggris, pada tanggal 14 Februari terang-terangan ditahbiskan sebagai The National Impotence Day (hari impoten nasional). Melalui peringatan ini, masyarakat terutama kaum laki-laki diajak untuk menanggulangi ancaman impotensi. Yang maksudnya telah jelas, makanlah coklat yang banyak dan lakukanlah aktivitas seksual pada Hari Kasih sayang. Tak peduli dengan pasangan resmi atau bukan.
Dokter Andik sendiri punya pengalaman nyata. Pada 1998, ia diundang sebuah hotel berbintang di Surabaya untuk merayakan Valentine’s Day. Bonusnya, peserta undangan boleh chek-in semalaman bersama pasangannya zonder ditanyai statusnya (suami-isteri atau bukan).
Jelang Valentine’s Day tahun 2004, dilakukan survei terhadap remaja pinggiran Kota Bandung seperti Cimahi, Batujajar, Padalarang dan Lembang. Dibantu Lembaga Telaah Agama dan Masyarakat (eL-TAM), menyebarkan 500 angket ke siswa siswi tingkat SMA di daerah tersebut. Hasilnya, mengerikan....!!!
Dari 413 responden yang menjawab angket secara komplit, 26,4% di antaranya mengaku lebih suka merayakan Valentine dengan gebetan atau kekasih dengan jalan-jalan, makan-makan, lalu berciuman (Samsul Maarif, Pikiran Rakyat,12 Februari 2005).
Mereka mungkin terinspirasi oleh puncak acara Valentine’s Day tahun 2004 di Filipina, yang ditandai dengan pesta ciuman massal yang masuk rekor dunia. Tak kurang dari 5.122 pasangan antre di Manila, untuk berciuman selama paling tidak 10 detik guna merayakan Valentine di depan ribuan penonton bersorak-sorai.
Fenomena di Bandung tadi terkonfirmasi dengan hasil penelitian Family Health International (FHI) Jabar yang berkedudukan di Kota Bandung. Penyigian tentang perilaku seks remaja Paris Van Java mengatakan, 54% remaja Kota Bandung pernah berhubungan seks (Kompas,25/1/2006). Bahkan, presentasenya lebih tinggi dibanding kota-kota besar lain, seperti Jakarta (51%), Medan (52%), dan Surabaya (47%).
Dengan demikian, tak perlu banyak dalil lagi untuk mempertegas keharaman ber-Valentine’s day.[] taqiyuddin albaghdady